A
ku adalah orang yang selalu ketinggalan, karena aku tidak seperti orang Indonesia pada umumnya.
Dari perjalanan pengalamanku, aku selalu ketemu dengan orang2 yang bangga jika dia seolah lebih maju selangkah dengan mengusung sesuatu yang menurut dia belum banyak yang tahu atau beda dengan yang orang umum tahu.
Lihatlah, betapa orang merasa malu jika presentasi masih pakai power point, dan betapa besar kepalanya bila dia sudah bisa aplikasikan program lainnya yang orang belum pakai. Masih terngiang juga cerita teman saya, yang kebetulan ngantar anak asuhnya lomba presentasi di tingkat Asia Pasifik. Betapa Dia bangga dengan anak asuhnya yang tampil dengan sederet software mutakhir, sementara peserta dari Singapura, Australia maupun Selandia Baru hanya pakai satu software, itupun Power Point. Peserta dari negara lainpun heran, kok sekolah Indonesia demikian hebatnya, mampu menyediakan perangkat lunak sebanyak itu. Usut punya usut, ternyata di negara mereka, sekolah tak mampu hadirkan itu mengingat semuanya berlisensi dan itu mahal sekali untuk ukuran sekolah. Lha Sekolah Indonesia kok mampu?. Ternyata eh ternyata, semuanya bajakan. Saya lalu berpikir, kalau semuanya hasil maling, kenapa kita musti malu kalau nyamannya cuma Power Point?.
Orang Indonesia memang hebat. Hafal nama pemain sepak bola asing, tapi tak hafal dengan nama tetangganya sendiri. Yang baru tak selalu menggilas yang lama, yang lama tak selalu ketinggalan jaman.
Dari perjalanan pengalamanku, aku selalu ketemu dengan orang2 yang bangga jika dia seolah lebih maju selangkah dengan mengusung sesuatu yang menurut dia belum banyak yang tahu atau beda dengan yang orang umum tahu.
Lihatlah, betapa orang merasa malu jika presentasi masih pakai power point, dan betapa besar kepalanya bila dia sudah bisa aplikasikan program lainnya yang orang belum pakai. Masih terngiang juga cerita teman saya, yang kebetulan ngantar anak asuhnya lomba presentasi di tingkat Asia Pasifik. Betapa Dia bangga dengan anak asuhnya yang tampil dengan sederet software mutakhir, sementara peserta dari Singapura, Australia maupun Selandia Baru hanya pakai satu software, itupun Power Point. Peserta dari negara lainpun heran, kok sekolah Indonesia demikian hebatnya, mampu menyediakan perangkat lunak sebanyak itu. Usut punya usut, ternyata di negara mereka, sekolah tak mampu hadirkan itu mengingat semuanya berlisensi dan itu mahal sekali untuk ukuran sekolah. Lha Sekolah Indonesia kok mampu?. Ternyata eh ternyata, semuanya bajakan. Saya lalu berpikir, kalau semuanya hasil maling, kenapa kita musti malu kalau nyamannya cuma Power Point?.
Orang Indonesia memang hebat. Hafal nama pemain sepak bola asing, tapi tak hafal dengan nama tetangganya sendiri. Yang baru tak selalu menggilas yang lama, yang lama tak selalu ketinggalan jaman.
Postingan ini dilengkapi fasilitas pengaturan jenis dan ukuran font. Pilih dan atur sesuai selera agar nyaman di mata. Terima Kasih. |
Kenalan Lagi
BalasHapus