Kenapa rupiah seperti sampah?. Untuk ditukar $ 1 musti dengan 9.325 lembar rupiah. Bahkan lebih mahal 'daun' ketimbang rupiah. Lihatlah daun bayam yang beberapa lembar, jumlah rupiahnya jauh lebih banyak. Belum lagi kalau lembaran daun 'aunthorium'. Bahkan harga plastik pembungkus permenpun nilainya pasti lebih tinggi dari 1 rupiah Uang Nasional kita.
Saya pernah berpikir, kenapa tidak pakai mata uang 'Kelapa' atau Kp saja?.
Dasar pemikiran saya sederhana. Misalnya upah buruh sehari Rp. 24.000. Dengan asumsi harga kelapa Rp. 6.000 sebutir, maka upah buruh tersebut setara dengan 4 butir. Sepuluh tahun lagi, andai mata uang kita menggunakan satuan kelapa (Kp), maka dengan upah Kp. 4 sehari, buruh tadi akan merasakan hal yang sama dengan saat sekarang. Tapi bila dibayar pakai rupiah, meskipun 10 tahun lagi dibayar Rp. 40.000, si buruh tak akan mampu beli apa2, walau secara rupiah tampaknya naik.
Jadi,
Bersiap2lah dengan mata uang baru, 'kelapa' atau Kp.
Harga sebungkus rokok = Kp. 1,50
Harga sekilo beras = Kp. 1,25
Tiket Kereta Eksekutif Jakarta - Semarang = Kp. 40,00
Lalu lihatlah kurs yang akan terjadi.
1 US$ akan setara dengan Kp. 1,57
1 Euro = Kp. 2,13
1 Ringgit Malaysia = Kp. 0,77 dan
1 Yen Jepang cuma bernilai Kp. 0,02.
Opo ora hebat?
Sepuluh, dua puluh atau tiga puluh tahun lagi, harga rokok tak jauh dari Kp. 1,50; harga beras juga sekitar Kp. 1,25 dan tiket kereta Jakarta Semarangpun tak berkutat dari Kp. 40,00
Selamat tinggal Rp... Selamat datang Kp...
Postingan ini dilengkapi fasilitas pengaturan jenis dan ukuran font. Pilih dan atur sesuai selera agar nyaman di mata. Terima Kasih. |
Salah satu hal yang membuat saya menyesal adalah sekolah di ekonomi, karena semua teori2 ekonomi nggak berlaku tanpa asumsi. Karena asumsi itu pula lah perhitungan-perhitungan ekonomi menjadi tidak realistis. Hanya kira-kira berdasarkan asumsi.
BalasHapusSebetulnya itulah yang saya maksud dengan ketidak-etisan uang untuk beli uang dalam postingan saya beberapa waktu lalu.
Secara komoditi, Indonesia cukup kuat di perdagangan internasional, secara nilai tukar uang sangat lemah dan mudah diombang-ambingkan.
Haiyyah...
Secara matematis, perhitungan pak guru menarik, secara ekonomi membingungkan.
Pertanyaannya: Apa pak guru mau gajinya dibayar pakai telur asin??? hua ha ha...
@ Mas Andy:
BalasHapusTelur Asin (Ta) cuman mata uangnya Mas, bukan endhog asin betulan...
Emangnya Pemerintah punya telur asin berapa sich...
aahahaha idenya unik mas
BalasHapusArtikelnya keren,kreatif,mas
BalasHapusSalam kenal juga..Sukses buat anda
hehehe ada ada aja .. tapi kalo TA eropa dan amerika ngga bakalan mau mas .. masih flu burung tho .. gimana kalo TC = Telur Cicak . kita kan banyak cicak, seindonesia kalo dikumpulin bisa trilyunan kali :)
BalasHapusYa ya ya ya, saya bisa setuju asal....
BalasHapusjanga diganti dengan Ta satu saja..
Ndak keren kalau Ta, bagaimana kalau Kl (klopo) saja pak!
BalasHapus@ Mas Anang, Mas Cahyo, Blogendeng & Mas Rochman:
BalasHapusSiap2 dapat kiriman masing2 Kp. 500,00
@ Bu Noor:
Usulnya sangat masuk akal, makanya langsung diterima. Makasih atas apresiasinya Bu...
Itungan kok molah-maleh, lha yang kayak gini yang bikin ekonomi Endonesia carut-marut...
BalasHapusSaya malu jadi adik kelasnya Mentri mbak Jagoan Ekonomi, saya malu punya presiden blue energi supertoy...
Tapi saya tetap senang dan selalu tersenyum punya pak guru Marsudiyanto... ehem...ehem...
@ Mas Andy:
BalasHapusKarena saya bukan "pejabat", maka saya peka pada tiap masukan yang masuk akal dan cerdas. Miturut saya, usulan Bu Noor itu sangat2 masuk akal dan anti gender. Kalau pakai satuan telur asin kok seolah2 menonjolkan kaum kita saja.
Begitu kan Mas...
Anggaplah ini amandemen, revisi atau apapun namanya.
UUD aja bisa di ubah, apalagi cuman Permen. Ini bukan Peraturan Menteri tapi Peraturan Mencla Mencle...
waduh, kalau mata uangnya jadi kp, malah terlalu berat bawanya, pak. mending ta, agak bias gender tapi praktis dibawa ke mana2. bawa 1 kp aja coba pak mar jalan kaki dari gang mawar ke sma 1, ketok leh gandul2, tur mesti murid2 banyak yang cekakan. kok mau2nya pak mar bawa kp, kekekeke ....
BalasHapusenak lagi kalau gak ada mata uang pak guru.... biar aja kita mbalik jaman dulu.... malah gak pusing urusan moneter ...
BalasHapuswah..
BalasHapusmendingan barter mas...
wuih, semoga dugaan saya salah, dugaan saya adalah bahwa tulisan ini terinspirasi sama tulisan saya tentang kurs nasi bungkus, hahahahaha...
BalasHapustapi apik kang tulisanipun njenengan. aku setuju kalau rupiah dihilangkan... diganti kurs Kp atau NB (Nasi Bungkus) hahaha...