Kenangan Tak Terulang

27 September 2008

N

amanya Mulyono, nama yang nJawani dan ndesa, kerana dia memang orang Jawa Desa.
Dia teman SD ku, teman mainku dan sahabat masa kecilku. Kami bertiga, saya, Mulyono dan satu lagi Hary Subiyaktono bertetangga dan sekolah di SD yang sama. Sore hari kami ke hutan juga bersama. Yang membedakan adalah, Mulyono ke hutan untuk membantu bapaknya cari makanan kambing piaraannya, sedang kami berdua hanya main dan menemaninya. Banyak kenangan indah selama di hutan, cari buah, cari burung, bakar ubi dll.

Mulyono adalah anak petani, sedangkan saya dan Tono (demikian aku memanggil Hary Subiyaktono) adalah anak guru SD. Kebersamaan kami terjalin dengan harmonisnya karena kami saling cocok dalam banyak hal. Sebagai anak pegawai, saya dan Tono sering mendapatkan hadiah mainan yang dibeli dari toko di kota. Tidak berlebihan, tapi mainan kami berdua buatan pabrik, berupa katak2an atau mobil2an yang diputar pakai alat pemutar dan bisa jalan sendiri. Mulyono tergolong anak kreatif. Meskipun tak pernah punya mainan dari toko (karena bapaknya hampir tak pernah ke kota), tapi dia suka membuat mainan sendiri dari barang bekas maupun dari kayu dan bambu. Tapi karena kami bersahabat, maka mainan kami dipakai bertiga.

Tahun berganti, kami lulus SD.

Sesuai rencana orang tua, saya dan Tono melanjutkan ke SMP di kota yang jaraknya 18 km dari desa kami. (desa kami ada di lereng gunung). Saat itu transport yang ada hanyalah dokar, itupun hanya bisa separo jarak, karena separo lagi jalannya naik. Satu2nya jalan, kami harus indekos.

Mulyono?.

Tak ada rencana sedikitpun dari orang tuanya untuk menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Dari situ mulai ada yang hilang. Main bertiga ramai2 ke hutan tak terjadi lagi. Saya dan Tono telah ada di lingkungan baru, kegiatan baru dan teman baru, sementara Mulyono tetap dengan rutinitasnya, cari makanan kambing. Yang beda, kini dia sendirian ke hutan.

Tiap Sabtu sore, Mulyono berdiri di pinggir jalan, menanti kepulangan kami. Selama 1 tahun berjalan seperti itu. Pada tahun kedua, sikap Mulyono mulai berubah. Dia makin pendiam, makin jarang komunikasi dengan orang tuanya. Hari2nya makin jarang ke hutan, tapi berganti dengan berdiri di pinggir jalan. Tiap ditanya, katanya menunggu kami pulang, walaupun bukan hari Sabtu. Singkat cerita, Mulyono makin menutup diri dan tak mau berkomunikasi kepada siapapun termasuk dengan saya. Mungkin itu bentuk protes pada orang tuanya, tapi tak mampu diungkapkan. Waktu berlalu, Mulyono makin parah. Tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Kalau jalan menunduk seperti menyimpan sesuatu.

Tiga puluh lima tahun lebih dari kejadian itu, ketika anak ragilku saja sudah lulus SMA, Tono juga sudah bahagia bersama istri dan anaknya, Mulyono masih seperti dulu, diam dalam kesendiriannya.

Aku bukan penulis, tapi aku mencoba untuk menulis. Tulisan ini aku persembahkan buat temanku Mulyono, walaupun tak akan pernah dibacanya. Dunia nyata saja tak dikenali, apalagi dunia maya.

Sekolah mahal memang tidak baru sekarang.


Tiap saya mudik, pengin aku menemuinya, tapi semua tak bisa saya lakukan, karena tiap melihat orang, Mulyono akan menyembunyikan wajahnya atau bahkan lari menghindar...

Kenangan kecil adalah kenangan yang tak terulang.

Postingan ini dilengkapi fasilitas pengaturan jenis dan ukuran font.
Pilih dan atur sesuai selera agar nyaman di mata. Terima Kasih.

17 komentar :

  1. Perubahan pada blog Pak Mar pada akhir romadhon ini, Postingan pak Mar panjang-panjang, runtut rentet, seperti koran.

    BalasHapus
  2. Wah... mungkin Mulyono merasa rendah diri karena teman-temannya bersekolah, sampai ada yang jadi guru lucu segala...

    *Omong-omong, ndesone ngendi sih pak? kok ketoke misakne pol!...

    BalasHapus
  3. Asli, ceritanya sungguh menyentuh Pak ...
    padahal dari namanya kalau saya tak salah di baca pakai jeda mulyo - no! artinya muliakanlah!
    bila saja mulyono bisa bersekolah, tentu ia diharapkan dapat memuliakan siapa saja sesuai harapan pemberi namanya
    eh nama saya juga mulyono :) (agak berat nyandang nama ini hehehe

    BalasHapus
  4. begitu mendalam pak...

    saya juga punya teman sebangku SD yang tak kuduga kemarin ketemu saat dia jadi tukang angkut semen di toko bangunan deket rumahku.

    Alhamdulillah, dia tak minder dengan apa yang dijalaninya.

    BalasHapus
  5. Asyiknya punya teman kaya Sampeyan, masih ingat teman kecil. Persahabatan adalah talian tak bertepi. Selamat Sahabat.

    BalasHapus
  6. Menyentuh pak. Saya juga punya teman SMP yang tidak beruntung. Tamat SMP saya melanjutkan sekolah ke ibukota propinsi, dia melanjutkan ke SMA di kampung. Entah sebab musabab apa, saya dengar kabar terakhir sewaktu dia kelas dua SMA berprilaku seperti orang kurang waras. Akhirnya dikungkung karena sudah mulai meresahkan banyak orang. Padahal waktu SMP anaknya periang. Suratan takdir siapa yang tahu. Salam kenal.

    BalasHapus
  7. Kasiannya nasib Mulyono...Moga-mogi bisa disembuhkan ya Pak..

    BalasHapus
  8. postingan yg ini saya baru baca,,, sedih juga ya...

    BalasHapus
  9. pak aku membacanya sampai merinding sekali ....
    sungguh kasihan sekali teman bapak ...

    BalasHapus
  10. kasian yaa merasa dirinya sendiri kayaknya

    BalasHapus
  11. yg merasa sendiri gak usah takut

    BalasHapus

Random Post

Back to top

Sugeng

Selamat
Hari

Have
a nice day

~mars~